Oleh : Hastie
Disini, di sudut kafe tempat anak-anak muda berkumpul aku duduk sendiri. Terkadang memang aku senang berada disini, menikmati iced coffe sambil memperhatikan sekitar. Kali ini aku melihat beberapa grup anak sekolah, sepertinya mereka baru pulang sekolah.
Mereka bercanda, tertawa,
saling menggoda satu sama lain. Bibirku sedikit tersenyum, membayangkan cerita
di masa itu, waktu masih berseragam putih abu. Orang-orang bilang masa SMA
adalah saat terbaik dalam hidup, jadi nikmatilah!
Entahlah, kurasa benar
tapi juga tidak. Apa yang dianggap biasa ternyata adalah hal yang sebaiknya
tidak dilakukan. Sepertinya biasa saja pergaulan antara laki-laki dan
perempuan, sepertinya tidak apa-apa jika anak muda saling berboncengan dengan
motor.
Aku juga melakukan itu,
dulu saat belum mengetahui apa yang boleh dan tidak. Kini aku menyesali mengapa
tidak dari dulu tahu batasan dalam bergaul. Semoga masih bisa kuperbaiki segala
kesalahan itu.
Kembali melihat meja lain
yang diisi dua anak muda yang sepertinya sedang berkencan. Duh, aku kembali
teringat kelakuanku jaman seumur mereka. Ya, rasanya bahagia saat itu bisa
pergi berdua dengan “si dia”. Hasrat hati ingin selalu bersama, melakukan
kegiatan berdua, jalan berdua, makan berdua. Lupa bahwa Allah memerintahkan
untuk menjaga pandangan.
Sudut mataku menangkap
kegiatan lain. Sekelompok gadis berhijab sedang berjalan, entah akan kemana.
Memang tempat dudukku dekat dengan jendela, tempat favoritku di kafe ini. Dari
sini aku dapat melihat dalam sekeliling kafe sekaligus dapat melihat keluar.
“Maaf, Mas. Ini ada
titipan,” ucapan pelayan membuatku berpaling.
“Titipan apa, dari
siapa?” tanyaku sedikit bingung.
“Itu, dari meja sebelah
sana,” jawab pelayan sambal menunjuk pada meja dengan grup gadis remaja berbaju
putih abu.
“Oh, iya. Terima kasih,”
aku mengambil kertas kecil yang disodorkan pelayan.
Perlahan aku membuka
lipatannya, hanya ada sebaris kata disana, boleh kenalan?
Spontan aku melihat
kembali ke arah mereka, dan dari mereka hanya satu orang yang menatapku dengan
pandangan mengharap jawaban. Kalau mau mengikuti hawa nafsu diri, tentu akan
kujawab, boleh. Untungnya masih ada rasa malu yang memenangkan pergolakan
batin.
Kulipat kembali kertas
itu, lalu aku berdiri bersiap meninggalkan kafe. Kertas kuletakkan kembali di
meja. Tanpa menoleh pada meja gadis itu, aku melangkah keluar. Biarlah mereka
menganggap aku pria seperti apa, hanya aku merasa mereka masih terlalu muda
untuk memulai hal seperti ini.
Di perjalanan menuju
tempat parkir, kembali aku teringat sekelompok gadis dengan hijab yang tampak
anggun dengan kesederhanaan mereka. Terbesit dalam pikiranku, adakah mereka
memiliki hasrat yang sama dengan gadis seusia mereka?
Mungkin saja, tapi mereka
dapat menjaga gejolak itu sehingga tidak terlihat oleh orang lain. Bukankah
Allah menitipkan rasa suka dan cinta pada sesama, jadi ada kemungkinan mereka
mengidolakan seseorang hanya berbeda cara menunjukkannya.
Batasan dalam bergaul
pasti sudah mereka ketahui, membuat mereka menjadi berlian yang tersembunyi, itu
menurutku. Ingin kudapatkan salah satu berlian tersebut. Semoga aku segera
menemukannya.
Tiba-tiba terdengar suara perempuan memanggil, "Mas, tunggu sebentar!"
Bandung, 24 Agustus 2022