Selama 10 hari di bulan Agustus 2022 ini, saya mengikuti challenge menulis fiksi mini berdasarkan lagu. Semua di posting di Facebook. Tapi, saya salin disini. Feel free untuk memberikan saran dan kritik. Terima kasih dan selamat menikmati!
Day 1
Biarlah
Semua Berlalu
Hai,
my lovely diary.
Saat
ini suasana hatiku sedang tak menentu, kejadian tadi sore masih belum bisa
kulupakan. Rasa sakitnya masih terasa, perih, pedih. Mengapa saat itu Aku gak
bisa melawan atau setidaknya mempertahankannya. Duh, penyesalan dan rasa kecewa
campur aduk saat ini. Tapi, jujur memang saat itu keberanianku tiba-tiba hilang
begitu saja, entah terbang kemana.
Ternyata,
begini rasanya tersakiti. Hati bagaikan dikoyak, terpecah dan hancur
berkeping-keping. Ry, mungkin Kau
anggap ini berlebihan. Biarlah, kuterima semua anggapan darimu. Saat ini hanya Kamu
yang Aku punya untuk mendengarkan perasaanku. Untuk berbagi dengan teman yang
lain Aku tak sanggup, rasanya lidah kelu tak ada kata yang dapat terucap. Rasa
malu lebih besar daripada rasa ingin berbagi. Sulit, ry, sungguh sulit.
Kamu
tau, hati adalah tempat terlembut, jika datang asa maka dia akan membagikan
rasa bahagia pada mata dan bibir. Iya, ketika bahagia hadir maka mata akan
bersinar dan bibir akan tersenyum. Kebalikannya, jika duka yang berlabuh maka
air mata akan menetes turun tanpa bisa dihalangi kemudian bibir akan terisak
atau bahkan yang lebih parah akan berteriak. Ngeri!
Saat
ini hatiku sedang dalam perpaduan marah, kecewa, sedih. Kamu tau gimana
sekarang mataku? Merah membara dan bibirku maju ke depan melebihi hidung,
silakan bayangkan sendiri betapa hancurnya mukaku saat ini.
Kamu
gak mau tahu masalahnya apa, Ry?
Mungkin buat sebagian orang persoalan ini kecil, gak perlu buat dibesarkan.
Untukku ini masalah yang cukup menguras emosi dan energi. Pandangan satu orang
dengan orang lain pasti berbeda. Gak bisa dipaksain, bener gak, sih? Kadang Aku
setuju kadang juga engga. Memang kalau semua berpandangan sama dunia gak akan
berwarna seperti saat ini. Jadi, biarlah saat ini bebaskanlah mereka dengan
pandangannya masing-masing.
Kembali
ke masalahku yang sebenarnya masalah bukan, ya? Kok jadi gak yakin juga.
Baiklah, begini ceritanya. Sore tadi waktu Aku jalan – jalan di mall, ada toko
kerudung yang lagi ngegelar diskon untuk seluruh produk yang ada. Sebagai
wanita “modis” alias modal diskon,
jiwa belanjaku meronta, dong.
Dari
pintu masuk, Aku udah ngeliat jilbab cantik berwarna hijau melambai bagaikan
memanggil. Seketika mataku langsung fokus kepadanya, eh, tapi kenapa rasanya
ada yang berbeda. Sudut mataku menangkap ada gerakan lain yang sepertinya juga
mengarah pada jilbab cantik incaranku.
Kamu
tau, Ry?! Jilbab hijau yang cantik
itu beneran idaman hatiku. Bahannya lembut, panjangnya ideal tepat menutup dada
dan bagian belakangku. Bentuknya gak neko-neko, sederhana tapi elegan tanpa
perlu hiasan apapun. Cinta pada pandangan pertama mungkin ini namanya. Aku
teringat gamis di rumah kalau dipadukan dengan jilbab ini, mumtaz, sempurna.
Jurus
jalan cepat tanpa menoleh kanan – kiri langsung Aku gunakan, karena tau kalau
terlambat sedikit maka incaranku akan hilang. Karena ini diskon jadi tidak ada
model dan warna yang lain, hanya yang ada di pajangan saja, begitu informasi
dari toko. Ry, hatiku berdebar keras
sampai Aku takut kedengeran orang lain. Mataku hanya terfokus pada jilbab itu,
rasa was-was datang karena tau ada yang mendambanya juga selain diriku.
Hasilnya
gimana?
Iya,
Aku kalah. Beberapa langkah lagi kebahagiaan akan kumiliki, seketika itu juga
hilang tak berbekas. Menyisakan rasa sakit dan kecewa, melihat jilbab cantik
itu diambil oleh tangan lain. Langkahku langsung terhenti, pandanganku
tiba-tiba kabur, kutarik nafas panjang dan langsung berbalik arah, keluar.
Kini
Kamu tau ceritanya, wajar kan kalau Aku sedih? Boleh, dong Aku kecewa?
Jangan
ketawa, Ry! Kehilangan sesuatu yang
udah jadi incaran dan dambaan hati itu rasanya sakit bukan main, loh. Gini
ternyata rasanya ditikung, gak mau lagi ngerasain. Khusus untuk malam ini,
biarlah semua berlalu, semoga jilbab hijau cantik itu tidak terbawa dalam
mimpiku.
Sekarang
Aku mau istirahat dulu, biar besok pagi terbangun dalam keadaan lega karena
bisa move on. Makasih, Ry … karena Kamu selalu ada untukku.
Bandung,
di kamar sendirian, 16 Agustus 2022
Day 2
Pilihan Hidup
Senja merona menampilkan
pesonanya yang dapat menyihir siapa saja yang melihatnya. Hangatnya lembayung
yang ada di ufuk barat dengan matahari yang terlihat begitu sendu sekaligus
indah, dihiasi burung yang seakan merayu untuk membuatnya tetap bertahan
disana. Angin juga seakan menambah suasana semakin syahdu, nyanyian alam
sempurna yang Allah buat untuk makhlukNya.
Dua orang gadis duduk di
bangku taman sambil menghadap danau yang sepi, mereka terhipnotis dengan
riaknya yang lembut dengan sedikit bisikan daun di pepohonan. Perahu yang
tertambat di sisi danau membuat pemandangan sore itu sempurna. Entah apa yang
sedang berlarian dalam benak mereka, apakah asa atau duka.
Setelah jeda beberapa
saat, mereka saling berpandangan dan tersenyum seakan saling mengerti dan
menguatkan. Terkadang tidak perlu ada kata, hanya pandangan dan hati yang
berbicara maka kepahaman terjadi. Kemudian mereka berdiri dan melangkah pergi
menjauh dari danau, sepertinya mereka kembali pada kenyataan.
Ini adalah hari ketiga
mereka datang, dan baru sekarang mereka hanya terdiam menatap lembayung yang
memayungi awan. Hari pertama, mereka datang dengan berlari dan air mata yang
bercucuran.
“Aku pengen pulang, gak
kuat banget,” gadis berkerudung hitam panjang itu berkata dengan tangisan yang
masih ada.
“Sabar, Fa. Semua pasti
berlalu, biarkanlah dia seperti itu nanti juga dia akan merasakan hasilnya
sendiri,” kata gadis kedua yang sama juga berkerudung hitam panjang.
Gadis pertama yang
dipanggil Fa, hanya bisa terdiam tidak menjawab. Beberapa menit berlalu hanya
terdengar sedu sedan tangisannya.
“Menjalani cerita di
pondok seperti ini ternyata tidak semudah yang terlihat. Banyak hal yang orang
luar sana tidak tahu. Yang paling ringan aja, kita disini tidur cuma berapa
jam, coba? terus kalau seperti sekarang, lagi ada masalah dengan teman sendiri
harus dihadapi sendiri, diselesaikan sendiri. Belum lagi harus ketemu terus
setiap hari padahal hati masih sakit,” Fa kemudian menjawab dengan lirih.
Tak berapa lama, mereka
beranjak pergi. Mungkin kembali ke pondok seperti yang mereka sebutkan. Bangku
taman yang menghadap danau kembali kosong tapi penuh dengan cerita manusia.
Hari kedua, mereka datang
kembali. Tidak dengan berlari juga tidak dengan air mata yang bercucuran.
Mereka datang dengan langkah pelan menuju bangku. Kali ini dengan sedikit
senyuman dan kehangatan yang bisa terasa oleh sekelilingnya.
“Nah, beres juga
masalahnya. Sekarang bisa senyum, deh,” kata gadis itu.
“Iya, Alhamdulillah.
Benar, loh. Ketika masalah sudah terlewati maka semua itu bisa kita senyumin.
Tapi, masih ada sedikit sakit di sini,” jawab Fa sambil menunjuk dadanya.
Entah apa sebenarnya
masalah yang mereka hadapi, pasti terasa berat karena mereka harus
menghadapinya sendiri. Mereka harus dewasa dengan tempaan berat, manusia
terkadang tidak dapat memahami permasalahan manusia lain jika mereka belum
pernah mengalaminya. Bahkan, manusia cenderung merasa lebih tahu dari yang
lainnya.
“Eh, kita ini kan manusia
kuat dengan jiwa yang kuat, iya, kan?!” lanjut gadis yang tetap masih memakai
kerudung hitam panjang dengan senyuman lebar dilanjutkan dengan tertawa.
“Iya, dong. Mereka bisa
merebut senyum kita, bisa merobek hati kita tapi gak akan lama karena kita tahu
obatnya. Kembalikan semua pada Allah, lakukan dengan sabar dan salat, iya,
kan?” Fa menambahkan sambil wajahnya menatap langit.
“Yes!” jawab gadis lain
itu, setelah itu mereka berlarian kembali ke tempat mereka menjalani pilihan
hidup mereka.
Setelah hari ketiga yang
tanpa kata, mereka belum terlihat kembali mendatangi bangku taman yang menghadap
danau. Mungkin masalah mereka sudah selesai, mungkin mereka sedang bahagia.
Mungkin juga mereka belum ada waktu untuk berkunjung kembali. Karena seperti
yang pernah mereka katakan waktu mereka begitu padat. Semoga mereka baik-baik
saja, bahagia selalu.
Aku hanya berharap masih
bisa melihat senyuman dan aura kekuatan yang mereka pancarkan, karena aku tidak
akan selama itu ada disini. Setelah mahkotaku berkembang sempurna maka sedikit
demi sedikit aku akan menghilang, atau bahkan sebelum itu jika ada manusia yang
memetik saat diriku sedang berkembang indah maka Aku tidak akan melihat mereka
kembali. Aku akan merindukan mereka dan senja merona yang penuh pesona.
Bandung, 17 Agustus 2022