Kamis, 22 September 2022

Berlian yang Tersembunyi

 

Oleh : Hastie

Disini, di sudut kafe tempat anak-anak muda berkumpul aku duduk sendiri. Terkadang memang aku senang berada disini, menikmati iced coffe sambil memperhatikan sekitar. Kali ini aku melihat beberapa grup anak sekolah, sepertinya mereka baru pulang sekolah.

Mereka bercanda, tertawa, saling menggoda satu sama lain. Bibirku sedikit tersenyum, membayangkan cerita di masa itu, waktu masih berseragam putih abu. Orang-orang bilang masa SMA adalah saat terbaik dalam hidup, jadi nikmatilah!

Entahlah, kurasa benar tapi juga tidak. Apa yang dianggap biasa ternyata adalah hal yang sebaiknya tidak dilakukan. Sepertinya biasa saja pergaulan antara laki-laki dan perempuan, sepertinya tidak apa-apa jika anak muda saling berboncengan dengan motor.

Aku juga melakukan itu, dulu saat belum mengetahui apa yang boleh dan tidak. Kini aku menyesali mengapa tidak dari dulu tahu batasan dalam bergaul. Semoga masih bisa kuperbaiki segala kesalahan itu.

Kembali melihat meja lain yang diisi dua anak muda yang sepertinya sedang berkencan. Duh, aku kembali teringat kelakuanku jaman seumur mereka. Ya, rasanya bahagia saat itu bisa pergi berdua dengan “si dia”. Hasrat hati ingin selalu bersama, melakukan kegiatan berdua, jalan berdua, makan berdua. Lupa bahwa Allah memerintahkan untuk menjaga pandangan.

Sudut mataku menangkap kegiatan lain. Sekelompok gadis berhijab sedang berjalan, entah akan kemana. Memang tempat dudukku dekat dengan jendela, tempat favoritku di kafe ini. Dari sini aku dapat melihat dalam sekeliling kafe sekaligus dapat melihat keluar.

“Maaf, Mas. Ini ada titipan,” ucapan pelayan membuatku berpaling.

“Titipan apa, dari siapa?” tanyaku sedikit bingung.

“Itu, dari meja sebelah sana,” jawab pelayan sambal menunjuk pada meja dengan grup gadis remaja berbaju putih abu.

“Oh, iya. Terima kasih,” aku mengambil kertas kecil yang disodorkan pelayan.

Perlahan aku membuka lipatannya, hanya ada sebaris kata disana, boleh kenalan?

Spontan aku melihat kembali ke arah mereka, dan dari mereka hanya satu orang yang menatapku dengan pandangan mengharap jawaban. Kalau mau mengikuti hawa nafsu diri, tentu akan kujawab, boleh. Untungnya masih ada rasa malu yang memenangkan pergolakan batin.

Kulipat kembali kertas itu, lalu aku berdiri bersiap meninggalkan kafe. Kertas kuletakkan kembali di meja. Tanpa menoleh pada meja gadis itu, aku melangkah keluar. Biarlah mereka menganggap aku pria seperti apa, hanya aku merasa mereka masih terlalu muda untuk memulai hal seperti ini.

Di perjalanan menuju tempat parkir, kembali aku teringat sekelompok gadis dengan hijab yang tampak anggun dengan kesederhanaan mereka. Terbesit dalam pikiranku, adakah mereka memiliki hasrat yang sama dengan gadis seusia mereka?

Mungkin saja, tapi mereka dapat menjaga gejolak itu sehingga tidak terlihat oleh orang lain. Bukankah Allah menitipkan rasa suka dan cinta pada sesama, jadi ada kemungkinan mereka mengidolakan seseorang hanya berbeda cara menunjukkannya.

Batasan dalam bergaul pasti sudah mereka ketahui, membuat mereka menjadi berlian yang tersembunyi, itu menurutku. Ingin kudapatkan salah satu berlian tersebut. Semoga aku segera menemukannya.

Tiba-tiba terdengar suara perempuan memanggil, "Mas, tunggu sebentar!"

Bandung, 24 Agustus 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar