Jumat, 11 November 2011

My Mom My Everything

Ibu...sebuah panggilan indah yang didambakan banyak wanita.
Ibu...sebuah nama yang terindah yang dapat diucapkan.
Ibu...adalah segalanya untukku.

Sejak dari kecil, kami anak-anaknya tidak pernah jauh dari Ibu. Apapun yang kami kerjakan sedikit banyak dia mengetahuinya, Ibu panggilan sayang kami untuknya.
Bahagia dan nyaman rasanya mendapati dia ada di dekat aku, sekalipun tidak saling berbicara tapi batin kami serasa menyatu dan ada rasa aman melingkupi hati ini.
Ibu, satu-satunya yang mengerti aku dan menerima aku apa adanya tanpa mengenal pamrih, dia rela menghabiskan usianya untuk perduli padaku. Ibu, tidak ada sesuatupun yang dapat aku berikan untuk menebus dan membalas semua perhatian, kebaikan, pengorbanan, dan kasih sayang yang telah engkau curahkan pada kami anak-anakmu terutama aku.

Sejak dari kecil, aku selalu ditemani Ibu dengan segala aktivitasku. SMP aku masih di antar jemput oleh Ibu ke sekolah, sampai pernah aku hampir menagis di pinggir jalan karena Ibu telat menjemput. Tapi, kemudian Ibu memberitahu kalau aku sudah cukup besar untuk bisa pulang sendiri naik angkot. Awalnya aku takut dan tidak mau, tapi ada rasa ingin membahagiakan Ibu akhirnya aku mencoba dan ternyata aku bisa menjalaninya. Ibu senang sekali saat itu karena artinya pekerjaannya sedikit berkurang karena Ibu masih harus mengantar sekolah 2 adikku yang masih SD. Apapun yang aku lakukan untuk pertama kalinya, pasti ada Ibu mendampingi. Seperti saat pertama aku mendapatkan "tamu bulanan" adalah Ibu yang ada di sampingku dan memberikan penjelasannya mengapa dan bagaimana selanjutnya.  

Saat SMA, apapun yang aku lakukan di sekolah Ibu tahu, karena aku tak bisa menahan ingin berbagi cerita dengannya saat sampai di rumah. Pernah aku menutup diri dari Ibu untuk beberapa saat karena sudah mulai ada yang menggantikan rasa nyaman itu dalam hatiku. Aku sudah mulai bisa merasakan ketertarikan pada pria dan Ibu juga tidak menahanku untuk itu. Ibu tidak pernah usil dengan apa yang sedang aku lakukan, dia hanya memberitahu sebuah pesan yang akan aku ingat dan mungkin aku wariskan pada anakku "Seorang perempuan harus menjaga kehormatannya sendiri, karena itu yang akan dibawanya kelak."

Ibu dan aku sudah seperti teman bahkan sahabat yang selalu ada kapanpun, dimanapun, dalam kondisi apapun. Tentu saja Ibu yang lebih banyak mendengarkanku daripada aku yang mendengarkannya. Tapi, bukan berarti kami selalu berjalan dalam satu langkah dan bukan juga berarti kami tidak pernah berselisih paham. Perbedaan argumen pasti ada dan yang terutama aku rasakan adalah rasa cemburu yang kuat datang menghampiri.
Cemburu itu datang pada saat aku sedang galau mencari jati diri, teman-temanku sangat senang ngobrol dengan Ibu, sehingga kadang aku merasa tidak diperhatikan, aku merasa mereka berteman denganku karena ingin bicara dengan Ibuku. Kalau dipikir sekarang untuk apa aku merasa seperti itu ya? Tidak ada gunanya juga karena Ibu bukan ingin "mencuri" teman-temanku tapi dia hanya mencoba dekat dengan teman-temanku agar tahu apa dan siapa teman-temanku itu. Asyik juga kan Ibu aku? Bangga banget deh punya Ibu seperti dia.

Aku sering sekali menghabiskan waktu dengannya meskipun begitu aku kadang tidak memahami dirinya, aku tidak mengerti dirinya. Mungkin dia kecewa padaku atau mungkin dia merasa sakit hati karena aku mudah-mudahan saja tidak, karena terkadang itu yang aku rasakan. Saat teman-temanku sudah tidak diantar oleh orang tua mereka, aku malah sebaliknya membawa Ibu kemana saja aku pergi. Seperti pada saat aku harus mengambil formulir UMPTN Ibu ikut antri denganku, karena dia tahu aku tidak kuat berdiri lama apalagi panas terik. Jadi aku lebih banyak duduk di tempat teduh dan Ibu yang lama berdiri menunggu di antrian, dia dengan rela berpanas-panasan demi anaknya. Mungkin aku anak manja ya, tapi aku menikmati setiap detik aku ada didekatnya. Sampai hari ini aku sudah memiliki putri dia yang selalu ada untukku, menemaniku dalam segala kesusahan dan kegembiraanku.

Kalau sehari saja aku tidak melihatnya, menelponnya, mengirim SMS untuknya, serasa ada yang kurang dari hariku. Berlebihan memang tapi memang beginilah adanya perasaanku dan tali kasihku dengan Ibu. 
Berbeda sedikit dengan saat aku masih sendiri, sekarang aku sudah berumah tangga, sudah mempunyai suami dan anak yang menjadi teman dalam hari-hariku. Aku tidak terlalu banyak bercerita tentang hubungan internal rumah tangga, tapi tentang cita-citaku dan impianku tentang keluarga idaman selalu aku bagi dengannya. Ibu juga tidak pernah menyinggung atau menanyakan hal-hal yang menyangkut rumah tanggaku, dia paham sekali batasan yang ada kini.

Ibu, yang selalu rela berkorban apapun untukku belum sedikitpun aku mampu membalasnya.
Ibu, yang selalu ada saat aku memerlukan belum sedikitpun aku membahagiakannya.
Ibu, yang selalu tertawa saat aku senang dan memberi kekuatan saat aku sedih belum sedikitpun aku mampu sepertinya.
Ibu, hanya do'a yang dapat aku panjatkan semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya, amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar