Jumat, 26 Agustus 2022

Bukan Awal Tapi Pasti yang Terakhir

 


Katanya cinta itu dapat membutakan, sering kudengar seperti itu. Cinta itu ibarat candu yang membius tanpa diri mampu menolaknya. Perasaan nyaman, tenang, ringan seakan melayang menembus langit.

Waktu itu belum bisa aku membayangkan, apa itu cinta, bentuknya seperti apa, apalagi rasanya belum dapat teraba olehku. Layaknya bunga yang sedang mekar ataukah seindah pelangi di langit pagi hari, entahlah belum terbayang oleh imajinasiku.

Dada yang bergetar, mata yang tak mampu menatap mereka mengatakannya itu tanda mencintai. Apalagi jika sudah terasa ada kupu-kupu yang terbang di perutmu tandanya cinta telah bersemi. Geli, kupikir.

Dalam bayanganku waktu itu adalah, cinta itu menggelikan, berlebihan. Tak mungkin diri menjadi hilang kesadaran. Benteng pertahanan jiwaku sudah paripurna, tak akan kubiarkan satu orang saja untuk memasukinya apalagi hingga memporakporandakan.

Hati-hati dalam berucap, setitik kata saja dapat mengubah seluruh skenario cerita hidup. Benar ini kurasakan. Ketika aku mengecilkan arti cinta, ternyata hari ini aku terbawa arusnya yang deras. Kurasakan sulit menarik nafas, semakin aku meronta semakin jauh aku terbawa ke dasarnya.

Kabar baiknya adalah gelombang rasa ini bertaut denganmu, memang belum ada untaian kata indah mengalir dari lisanmu. Hanya tatapan mata penuh arti dan lompatan warna-warni asa yang entah bagaimana aku mengerti. Bahasa yang kau sampaikan bukanlah yang biasa kudengar, asing namun membuat nyaman.

Lengkungan indah di wajahmu menggambarkan betapa hangat rasa yang kau miliki untukku. Sajian pujian yang terekam dalam genggaman tanganmu mampu membiusku. Ya, sejak saat itu hatiku berubah, pertahanan diri roboh. Menyerah dengan sukarela kepada utusan hati yang kau kirim.

Hari-hari berikutnya adalah lembaran baru dalam buku hidupku. Lembaran putih berubah menjadi berwarna, tidak semua cerah terkadang kelabu bahkan hitam. Anehnya bab selanjutnya kembali menjadi berwarna kembali, hanya dengan ucapan “jangan pergi dariku.”

Tentang rasa kupu-kupu terbang di perut, akhirnya kurasakan. Ketika kau datang dengan membawa seluruhmu, janji indah kau ucapkan membuat langit bergetar. Dunia seakan menjadi terang benderang, meski banyak keluarga dan kerabat mengelilingi aku merasa hanya berdua denganmu, hanya ada suaramu yang terdengar dan itu indah. Setelah itu, pelangi pagi menghiasi langitku.

Purnama datang dan berlalu, waktu terus melaju membawa kita pada cerita baru penuh drama dan puisi. Untaian memori semakin memenuhi hari-hari, kedatangan dan kepergian saling menyapa. Tumpuan hidup semakin jelas dan mengerucut, semua mengarah padamu.

Sering kau mengatakan tambatkan hati pada pemilik sebenarnya, bukan kau dan aku. Dzat pemilik semesta adalah yang lebih berhak mendapatkan seluruh hati kita. karuniaNya yang membuat cinta ada diantara kita. Tanpa ridho dariNya maka kita takkan dapat melewati ini semua. Kepastian diantara kita adalah perpisahan di dunia, jika bukan ditinggalkan maka akan meninggalkan. Tapi jangan takut katamu, mari merangkai kebaikan di tempat sementara ini agar kelak bersatu di tempat abadi. Disanalah kebahagiaan hakiki kita dapatkan.

Perjalanan ini bukan awal cerita cinta baik untukku atau engkau, namun biarlah ini menjadi akhir cerita yang bahagia. Benih-benih kecil yang melengkapi cerita cinta semoga menjadi tunas yang kuat sehingga mampu menopang segala tantangan di masa depan.

Bersama saling menjaga, biarlah cinta mengalir seperti apa adanya. Ketika cinta sudah memudar biarkan berubah menjadi rasa lain yang lebih indah. Saling menguatkan ketika ada yang jatuh, saling merasa cukup, berikan senyuman terindah meskipun air mata sedang mengalir. Biarkan luka menjadi pengingat bahwa ada yang maha penyembuh. Maka semua akan baik-baik saja.

Mari lanjutkan perjalanan, tambahkan lirik dalam hidup ini. Semoga sang pemilik jiwa meridhoi dan mempersatukan kita kelak di jannahNya.

 

Bandung, 18 Agustus 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar