Katanya cinta itu dapat
membutakan, sering kudengar seperti itu. Cinta itu ibarat candu yang membius
tanpa diri mampu menolaknya. Perasaan nyaman, tenang, ringan seakan melayang
menembus langit.
Waktu itu belum bisa aku
membayangkan, apa itu cinta, bentuknya seperti apa, apalagi rasanya belum dapat
teraba olehku. Layaknya bunga yang sedang mekar ataukah seindah pelangi di
langit pagi hari, entahlah belum terbayang oleh imajinasiku.
Dada yang bergetar, mata
yang tak mampu menatap mereka mengatakannya itu tanda mencintai. Apalagi jika
sudah terasa ada kupu-kupu yang terbang di perutmu tandanya cinta telah bersemi.
Geli, kupikir.
Dalam bayanganku waktu
itu adalah, cinta itu menggelikan, berlebihan. Tak mungkin diri menjadi hilang
kesadaran. Benteng pertahanan jiwaku sudah paripurna, tak akan kubiarkan satu
orang saja untuk memasukinya apalagi hingga memporakporandakan.
Hati-hati dalam berucap,
setitik kata saja dapat mengubah seluruh skenario cerita hidup. Benar ini kurasakan.
Ketika aku mengecilkan arti cinta, ternyata hari ini aku terbawa arusnya yang
deras. Kurasakan sulit menarik nafas, semakin aku meronta semakin jauh aku
terbawa ke dasarnya.
Kabar baiknya adalah
gelombang rasa ini bertaut denganmu, memang belum ada untaian kata indah
mengalir dari lisanmu. Hanya tatapan mata penuh arti dan lompatan warna-warni
asa yang entah bagaimana aku mengerti. Bahasa yang kau sampaikan bukanlah yang
biasa kudengar, asing namun membuat nyaman.
Lengkungan indah di
wajahmu menggambarkan betapa hangat rasa yang kau miliki untukku. Sajian pujian
yang terekam dalam genggaman tanganmu mampu membiusku. Ya, sejak saat itu
hatiku berubah, pertahanan diri roboh. Menyerah dengan sukarela kepada utusan
hati yang kau kirim.
Hari-hari berikutnya
adalah lembaran baru dalam buku hidupku. Lembaran putih berubah menjadi
berwarna, tidak semua cerah terkadang kelabu bahkan hitam. Anehnya bab
selanjutnya kembali menjadi berwarna kembali, hanya dengan ucapan “jangan pergi
dariku.”
Tentang rasa kupu-kupu
terbang di perut, akhirnya kurasakan. Ketika kau datang dengan membawa
seluruhmu, janji indah kau ucapkan membuat langit bergetar. Dunia seakan
menjadi terang benderang, meski banyak keluarga dan kerabat mengelilingi aku
merasa hanya berdua denganmu, hanya ada suaramu yang terdengar dan itu indah.
Setelah itu, pelangi pagi menghiasi langitku.
Purnama datang dan
berlalu, waktu terus melaju membawa kita pada cerita baru penuh drama dan
puisi. Untaian memori semakin memenuhi hari-hari, kedatangan dan kepergian
saling menyapa. Tumpuan hidup semakin jelas dan mengerucut, semua mengarah
padamu.
Sering kau mengatakan
tambatkan hati pada pemilik sebenarnya, bukan kau dan aku. Dzat pemilik semesta
adalah yang lebih berhak mendapatkan seluruh hati kita. karuniaNya yang membuat
cinta ada diantara kita. Tanpa ridho dariNya maka kita takkan dapat melewati
ini semua. Kepastian diantara kita adalah perpisahan di dunia, jika bukan
ditinggalkan maka akan meninggalkan. Tapi jangan takut katamu, mari merangkai
kebaikan di tempat sementara ini agar kelak bersatu di tempat abadi. Disanalah kebahagiaan
hakiki kita dapatkan.
Perjalanan ini bukan awal
cerita cinta baik untukku atau engkau, namun biarlah ini menjadi akhir cerita
yang bahagia. Benih-benih kecil yang melengkapi cerita cinta semoga menjadi
tunas yang kuat sehingga mampu menopang segala tantangan di masa depan.
Bersama saling menjaga,
biarlah cinta mengalir seperti apa adanya. Ketika cinta sudah memudar biarkan
berubah menjadi rasa lain yang lebih indah. Saling menguatkan ketika ada yang
jatuh, saling merasa cukup, berikan senyuman terindah meskipun air mata sedang
mengalir. Biarkan luka menjadi pengingat bahwa ada yang maha penyembuh. Maka
semua akan baik-baik saja.
Mari lanjutkan perjalanan,
tambahkan lirik dalam hidup ini. Semoga sang pemilik jiwa meridhoi dan
mempersatukan kita kelak di jannahNya.
Bandung, 18 Agustus 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar